Pandangan Anti-mainstream dr. Lois Owien
dr. Lois Owien (Gambar Beritasatu.com) |
Oleh: Masduki Duryat
(Dosen Pasca Sarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon)
Pandangan anti-mainstream tentang Covid-19 tidak hanya di luar negeri, beberapa hari ini ramai dan dihebohkan statement dr. Lois Owien yang mengaku tidak percaya Corona. Ia menjelaskan bahwa penyebab kematian korban bukan karena virus Corona melainkan interaksi antar obat. Bahkan pernyataannya yang semakin menjadi ‘gaduh’, penyebab ribuan orang datang ke rumah sakit diakibatkan oleh stress dan penurunan imunitas.
Fenomena Anti-mainstream
Terkait dengan adanya pandemi Covid-19, fenomena seperti pandangan dr. Lois tidak hanya di Indonesia. Di Amerika—walau tidak seekstrim dr. Lois—dianggap sebagai persoalan biasa saja. Bahkan—menurut Dahlan Iskan—dua hari lalu, Gubernur Negara Bagian South Dakota Kristi Noem, jadi bintang di pertemuan besar pendukung Partai Republik yang menyatakan, "Saya satu-satunya gubernur yang tidak pernah melarang penutupan usaha, mengharuskan jaga jarak dan mewajibkan masker." Di Kenya, Stephen Karanja dokter kenamaan yang menentang vaksin virus Corona dan dikenal sebagai pendukung konspirasi berpandangan vaksinasi untuk menekan pandemi Covid-19 tidak diperlukan, penyebaran Covid-19 bisa dieliminir hanya dengan menggunakan masker. Covid-19 pada pandangannya bisa diatasi dengan obat murah yang tersedia di Pasar serta bisa dilawan dengan menghirup uap air. Dr. Karanja yang juga ketua Asosiasi Dokter Katolik Kenya akhirnya meninggal dunia setelah mengidap Covid-19 dan dirawat di Rumah Sakit Swasta di ibukota Kenya, Nairobi.
Pandangan ini pula yang kemudian digagas Bupati Banjarnegara, Budhi Sarwono yang mengajak warganya untuk hidup berdampingan dengan Covid-19. Apa yang dilakukan Singapura—jika Presiden Jokowi dengan otonomi daerahnya mengijinkan—akan diadopsi. Ia berpandangan, tidak ada Covid, yang ada influenza biasa, meriang atau sesak karena jantung. Hanya diberi obat biasa akan sembuh dan jika sesak nafas karena jantung yang dibutuhkan tindakannya ring atau bypass, bukan karena Covid.
Pandangan tentang Covid
Memang diskursus tentang Covid-19 ini ada beberapa pandangan yang berbeda; Pertama, Covid benar-benar ada dan bukan direncanakan, sekarang sudah menjadi pandemi global. Ini pandangan juga yang kemudian dianut oleh WHO. Kedua, Covid ini hakikatnya merupakan pandemi yang direncanakan. Jadi covid itu ada, tetapi yang bermain-main dengan covid juga banyak. Itulah konspirasi global. Akan naif bila melihat virus ini semata-mata sebagai problem kesehatan dengan mengabaikan dimensi kepentingan politik global. Hal ini terkait dengan kebocoran laboratorium biologi di China, pengembangan senjata biologis, target penanaman chips di dalam tubuh dan lain sebagainya. Washington Post menemukan bukti dua kabel peringatan dari pejabat kedutaan Besar AS yang beberapa kali mengunjungi Wuhan Institute of Virology. Ketiga, kabar konspirasi internet menyebar bahwa virus Corona dapat menyebar melalui 5G. memang sulit dipercaya –bahkan hoax—tapi konspirasi pernah mendapat perhatian besar di Facebook Groups. Pesan berantai WA dan video di Youtube sempat terjadi pembakaran tower 5G misalnya di Inggris yang termakan isu ini. Mereka meyakini bahwa gelombang radio dari teknologi 5G menimbulkan perubahan kecil pada tubuh manusia, sehingga mereka dikalahkan oleh virus.
Haruskah Berakhir di Kepolisian?
Kontroversi pandangan tentang Covid-19 memang sejak lama sudah terjadi. Teori konspirasi, atau pandangan dr. Stephen Karanja dokter kenamaan Kenya yang menentang vaksin virus Corona—yang kemudian meninggal akibat Corona—dan menganggap sebagai sebuah siasat untuk mengurangi kuantitas penduduk. Lalu terbaru pandangan dr. Lois Owen bahwa penyebab kematian korban bukan karena Corona melainkan interaksi antar obat atau keracunan obat. Lalu pertanyaannya, haruskah berujung di Kepolisian?
Ada yang berpandangan penangkapan dr. Lois merupakan wujud adanya demokrasi yang dikebiri. Namun ada pula yang berpandangan pelaporan ke Kepolisian merupakan tindakan tepat untuk menghentikan tindakan hoax di tengah kasus pandemi Covid-19 yang semakin naik tajam. Kasus Pandemi Covid-19 Indonesia terbesar di dunia dan sudah mengalahkan India.
Pada pandangan Ikatan Dokter Indonesia (IDI); pernyataan dr. Lois menimbulkan keresahan orang banyak. Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr. Pukovisa Prawiroharjo mengatakan sudah memanggil dr. Lois Owien. Bahkan banyak teman sejawatnya yang menganggap terindikasi gangguan jiwa, STR-nya sudah expired yang tidak percaya penanganan Rumah Sakit dengan obat-obatannya dan cenderung menyebar fitnah yang sudah dicabut status keanggotaannya dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Dr. Tirta pernah mengajaknya untuk bertemu dan membicarakan persoalan Corona secara serius dan ilmiah, tapi dr. Lois berhalangan.
Pendapat lainnya juga mengatakan informasi yang disampaikan dr. Lois sangat berbahaya dan menyesatkan. Membuat banyak orang tidak lagi mempercayai Covid-19 dan mendorong mereka ke dalam risiko yang lebih besar: Tenaga medis dan fasilitas kesehatan sekarang semakin langka, bahkan untuk sekadar makan dan istirahat saja mereka kadang lewatkan demi merawat pasien. Semakin banyak orang percaya dengan pendapat dr. Lois, semakin banyak orang terpapar Covid-19.
Dahlan Iskan membayangkan bagaimana akan rumit jalannya pemeriksaan polisi atas dr. Lois Owien. Pasti penuh dengan istilah kedokteran, obat, virus, jenis penyakit, dan seterusnya. Mungkin membuat berkas pemeriksaannya juga perlu durasi waktu yang lama: harus menyebut nama-nama obat yang ejaannya harus benar. Juga mengenai kegunaan obat-obat itu, kemudian kombinasinya. Belum lagi polisi, yang memeriksa menganggap dr. Lois sebagai orang apa; sebagai orang yang menderita gangguan jiwa atau sebagai ilmuwan waras.
Pada pandangan Fahri Hamzah, tidak sepaham jika dr. Lois harus ditangkap, apalagi jika penangkapan oleh pihak kepolisian hanya dengan indikasi untuk membungkam opini seseorang, diajak diam, damai. Tindakan itu tidak mendidik rakyat.
Ketua Komisi III DPR RI Herman Herry berpandangan, harusnya Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengeluarkan bantahan resmi dari pandangan dr. Lois supaya informasi kepada masyarakat tidak mengambang.
Bahkan ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendorong Ikatan Dokter Indonesia (IDI) melakukan diskusi secara terbuka dengan dr. Lois Owien terkait informasi tentang Covid-19 ini.
Ini ranah ilmiah, sehingga harus diselelsaikan secara ilmiah, mengingat masyarakat saat ini dalam kondisi chaos, belum lagi tekanan ekonomi yang semakin berat. Dengan adanya polemik tentang informasi ini, kita berharap pemerintah dapat mengklarifikasi berdasarkan fakta yang valid.
Bareskrim Polri pada akhirnya menyarankan agar dr. Lois Owien diproses lebih lanjut oleh otoritas profesi kedokteran saja. Kepolisian mengedepankan upaya preventif agar permasalahan-permasalahan di jagat dunia maya seperti kasus dr. Lois tidak terulang kembali. Kasusnya bisa menjadi pembelajaran bagi dokter dalam beropini di tengah penyebaran Covid-19 saat ini. Walau proses hukum tetap berjalan meski penyidik memutuskan untuk tidak menahan tersangka.
Penutup
Apakah Covid—seperti yang disampaikan sebelumnya—benar-benar ada atau hanya teori konspirasi? Tugas negara untuk hadir di tengah-tengah masyarakat dalam memberikan jaminan keamanan dan ketenangan melalui proteksi kebijakan yang dilakukannya.
Yang pasti, sangat ironi hasil survey mencatat pandemi Covid-19 menjadikan orang kaya makin tajir dan orang miskin semakin susah. Faisal Basri mencatat naiknya orang kaya dan super kaya baru di Indonesia. Jumlah orang kaya di atas US$ 1 juta naik tajam sebesar 61,7% (171.740) orang pada tahun 2020 seperti yang dilaporkan Credit Suisse yang bertajuk ‘Global Wealth Databook 2021’. Hal ini salah satu faktor pendorongnya adalah karena didorong oleh suku bunga rendah yang mendorong harga aset di pasar keunagan. Ada ketimpangan yang sangat kontras dari sisi ekonomi di tengah-tengah masyarakat.
Wallahu a’lam bi al-shawab