Distingsi Kebijakan Pendidikan Indonesia Dengan Finlandia
Nadiem Makarim (Dok. Detik.com) |
Sebuah kebijakan publik diambil hendaknya pro publik dan mensyaratkan terpenuhinya instrument-instrumen penunjang dan disusun secara sistematis melalui tahapan-tahapan. Kebijakan publik yang pro publik memiliki kriteria harus melibatkan publik dalam setiap tahapan penyusunan, realistik, transparan, jelas tolok ukur keberhasilan, jelas target atau sasaran, jelas dasar hukum, dan antar kebijakan tidak terjadi tumpang tindih atau bertentangan. Kebijakan publik dewasa ini diharapkan berfokus pada pelayanan publik, sebagai pengimbang pajak atau retribusi yang ditarik oleh pemerintah.
Salah satu kebijakan publik tersebut adalah kebijakan di dunia pendidikan. Sistem pendidikan ini mencakup pada skala nasional, hal tersebut tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1, dengan bunyi: “Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.”
Pemerintah dari tahun ke tahun berupaya untuk memperbaiki diri dengan mengeluarkan kebijakan dalam bidang pendidikan. Namun pada kenyataannya kebijakan tersebut masih saja di bayang-bayangi atau ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan politik kelompok tertentu, sehingga dalam pelaksanaaanya jauh panggang dari api karena hasil yang di dapatkan tidak sesuai dengan ekspektasi.
Kebijakan Pendidikan Menteri Nadiem Makarim
Saat ini Mas Menteri Nadiem Makarim sedang berusaha merombak kebijakan pendidikan dengan sejumlah program prioritas di tahun 2021 seperti dikutip dalam Kompas.com - 04/09/2020, 13:00 WIB dan mengatakan: "Hampir semua program kita itu bertumpu untuk memberikan suatu kemerdekaan bagi murid, kemerdekaan bagi guru, kemerdekaan bagi unit pendidikan dan juga kemerdekaan bagi ekosistem pendidikan untuk berpartisipasi dalam dunia pendidikan,"
Program yang dikeluarkan meliputi; Pertama, Pembiayaan sekolah; Kedua, Digitalisasi sekolah; Ketiga, sekolah penggerak dan guru bergerak; Keempat, Peningkatan kualitas kurikulum dan Asesmen Kompetensi Minimum; Kelima, Revitalisasi Pendidikan Vokasi; Keenam, Program Kampus Merdeka, dan Ketujuh, Pemajuan budaya dan bahasa.
Dari sejumlah program tersebut dapat dibayangkan mas menteri menginginkan kita berlari mengejar ketertinggalan, akan tetapi tidak semua orang bisa berlari, semuanya butuh waktu, kapasitas orang berbeda-beda dan ada banyak faktor penghambat untuk mengejar ketertinggalan itu.
Pendidikan Finlandia; Distingsi Kebijakan
Sementara Negara di Eropa yang dianggap cukup sukses dalam pembangunan pendidikannya adalah Finlandia. Kalau kita bercermin dengan Finlandia, maka system pendidikan di Indonesia kalah dan tertinggal jauh dari Negara satu ini.
Revolusi sistem pendidikan Finlandia dimulai sejak tahun 1968, ketika pemerintah memutuskan untuk menghapus sistem pendidikan berjenjang (parallel school system/PSS) dan menggantikannya dengan sistem pendidikan wajib dasar nasional 9 tahun. PSS merupakan sistem pendidikan yang mengutamakan pendidikan berjenjang bagi seluruh siswa.
Siswa tidak lagi mengejar angka dan peringkat selama menjalani pendidikan wajib dasar 9 tahun, namun mengejar pemahaman dan penerapan ilmu yang diberikan sesuai dengan kurikulum pendidikan dasar nasional. Sistem peringkat (ranking), baik peringkat siswa maupun peringkat sekolah (sekolah favorit atau non-favorit), serta sistem evaluasi ujian nasional untuk kenaikan kelas di tiap jenjang pendidikan wajib dasar nasional 9 tahun dihapus. Sementara di Indonesia perankingan masih berlaku meskipun tidak tertulis di buku raport dan label sekolah favorit masih melekat meskipun sudah diterapkan system penerimaan siswa baru dengan zonasi.
Pada tahun 1974, pemerintah Finlandia memutuskan untuk meningkatkan kompetensi tenaga pengajar dan pendidik di seluruh jenjang pendidikan. persyaratan untuk menjadi seorang guru sekolah dasar adalah seseorang yang telah memperoleh ijasah strata-2 (magister) di bidang pendidikan (Master of Arts on Education). Saringan seleksi para guru diperketat guna memperoleh guru dan tenaga pendidik yang handal dan berkompeten dalam memberikan ilmu kepada seluruh siswa.
Sementara bagaimana dengan di Indonesia sendiri, guru yang mengajar dengan ijazah S1 dan sesuai dengan jurusanya saja sudah beruntung, kenyataan di lapangan masih banyak terdapat guru yang mengajar tidak sesuai dengan keahliannya atau bidah profesinya dikarenakan karena kekurangan atau penyebaran guru bidang tidak merata ataupun karena kebanyakan adanya sekolah swasta/yayasan sehingga ketika anggota keluarganya ada yang mengajar tidak sesuai dengan bidangnya dianggap biasa-biasa saja.
Gaji guru di finlandia sekitar lebih dari 40 juta per-bulan, profesi guru merupakan profesi yang sangat diminati dan dihormati di Finlandia setara dengan profesi dokter dan profesi terhormat lainnya. Sementara kebijakan pemerintah Indonesia selalu membuat air mata guru selalu mengalir. Banyak guru yang mendapatkan gaji tidak layak, sehingga boro-boro memikirkan kualitas pendidikan yang bagus, mengajar dengan tenang kalau masalah finansial masih menjadi masalah pokok bagi guru. Guru di Indonesia terutama guru-guru honorer masih harus memikirkan besok mau makan apa, mau mendapatkan penghasilan dari mana lagi, mau ngutang kemana lagi. Miris memang melihat fenomena semacam ini.
Gaji guru di Indonesia, jangankan yang honorer yang PNS saja rasanya tidak cukup untuk menutupi kebutuhan hidup selama satu bulan meskipun ada tunjangan fungsiona guru/sertifikasi. Karena kebutuhan hidup yang kian meningkat ditambah kenaikan BBM yang tanpa kompromi.
Tahun 1985 merupakan kulminasi penerapan sistem desentralisasi pendidikan di Finlandia. Pendidikan nasional tidak lagi menjadi wilayah eksklusif Pemerintah. Pemerintah daerah diberikan kekuasaan yang luas dalam melaksanakan dan mengorganisasi administrasi pendidikan di wilayah kekuasaan administratifnya. Pemerintah Daerah diberikan kekuasaan untuk menetapkan kurikulum pendidikan yang akan dilaksanakan oleh tiap-tiap sekolah yang berada di wilayah kekuasaan administratifnya. Namun demikian, kurikulum pendidikan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah wajib merujuk dan berpegang teguh pada garis-garis besar kebijakan pendidikan nasional, dan kurikulum inti sekolah yang telah ditentukan oleh Kementerian Pendidikan dan Badan Pendidikan Nasional Finlandia (Finnish National Board of Education), yang tertuang dalam berbagai legislasi nasional di bidang pendidikan.
Sistem Pendidikan di Finlandia memiliki tujuan utama untuk mewujudkan high-level education for all. Guru di Finlandia harus memiliki gelar master dan mengajar dengan menggunakan berbagai metode pembelajaran kooperatif. Finlandia sangat menghargai hasil kerja para guru, sehingga gaji guru di Finlandia lebih dari 40 juta per bulan. Pendidikan di Finlandia jarang mengganti kurikulum pendidikannya. Perencanaan kurikulum adalah tanggung jawab guru, sekolah dan pemerintah kota, bukan pemerintah pusat. Peserta didik di Finlandia memiliki jam belajar yang relatif singkat di sekolah. Mereka tidak dibebani dengan banyak pekerjaan rumah, ujian terstandar bertaruhan tinggi dan tidak ada sistem ranking. Pembiayaan pendidikan di Finlandia dari jenjang sekolah dasar hingga pendidikan tinggi dan pendidikan orang dewasa, hampir sepenuhnya dengan sumber publik.
Negara Finlandia memiliki kurikulum yang tidak pernah berubah, hal ini meyesuaikan dengan kultur yang ada di negara tersebut. Kementerian Pendidikan di Finlandia menyatakan bahwa pendidikan merupakan sektor pembangunan yang paling berpengaruh dalam perekonomian negara.
Pendidikan di Finlandia dikenal sebagai sistem pendidikan terbaik di seluruh dunia. Sejak hasil ujian internasional Program Penilaian Pelajar Internasional (PISA) keluar pada tahun 2000, Finlandia mendapat perhatian khusus dari seluruh dunia. Remaja Finlandia berhasil menempati peringkat pertama bersama dengan Korea Selatan dan Jepang. Pada hasil tersebut, Finlandia menempati peringkat pertama di Literasi Membaca, keempat di Matematika, dan ketiga di Ilmu Alam.
Keunggulan dari sistem pendidikan di Finlandia meliputi ; 1) Sistem pendidikan dengan kesetaraan serta keadilan bagi seluruh masyarakat, 2) Pendidikan berbasis inklusi sudah diterapkan, 3) Biaya pendidikan yang ditanggung oleh pemerintah, 4) Kurikulum pendidikan yang bersifat konsisten dan fleksibel.
Akan tetapi dari keunggulan itu tentu saja ada kekurangannya, yakni ; 1) Hanya bisa diterapkan pada negara kecil, 2) Tidak adanya standar ukuran yang pasti untuk melihat perkembangan anak secara berkala, hal ini dikarenakan tidak adanya tes secara berkala.
Terdapat inovasi-inovasi yang dilakukan Finlandia dalam mengembangkan sistem Pendidikan—sebagaimana dituturkan oleh Rhenald Kasali—yaitu sebagai berikut: Pertama, Anak-anak di Finlandia tak diperkenankan masuk sekolah dasar kalau umur mereka belum genap 7 tahun; Kedua, Guru-guru Finlandia punya sistem lain untuk menilai siswa, bukan dari ujian dan pekerjaan rumah; Ketiga, Tak seperti di Indonesia, di Finlandia, anak tak diukur dari 6 tahun pertama mereka mengenyam bangku Pendidikan; Keempat, Hanya ada satu tes standar wajib di Finlandia, yakni ketika mereka berusia 16 tahun; Kelima; Semua anak, pintar atau tidak, belajar di kelas yang sama.
Keenam, 30 persen anak-anak di Finlandia memperoleh beasiswa selama 9 tahun untuk sekolah; Ketujuh, 66 persen anak di Finlandia mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi; Kedelapan, Tak ada jurang yang terlalu lebar yang membedakan siswa yang terpandai dan paling tertinggal di kelas; Kesembilan, Kelas sains di Finlandia diisi maksimal 16 siswa sehingga mereka dapat praktik dan melakukan penelitian; Kesepuluh, 93 persen orang Finlandia adalah lulusan sekolah tinggi.
Kesebelas, Siswa SD memiliki waktu istirahat 75 menit; Keduabelas, Guru hanya menghabiskan 4 jam di kelas. Sementara itu, 2 jam seminggu guru memperoleh pendidikan pengembangan profesi; Ketigabelas, Di Finlandia, jumlah guru dan murid sepadan; Keempatbelas, Biaya sekolah 100 % didanai negara; Kelimabelas, Semua guru di Finlandia harus bergelar master dan sepenuhnya disubsidi pemerintah.
Keenambelas, Kurikulum Nasional hanya sebagai pedoman. Sisanya fleksibel; Ketujuhbelas, 10 % guru dipilih dari 10 perguruan tinggi ternama dan dipilih yang merupakan lulusan terbaik di universitas mereka dan Kedelapanbelas, Di Finlandia, tidak ada gaji yang tak pantas untuk guru.
Pemerintah Finlandia tidak memungut biaya pendidikan kepada warga negaranya. Kurikulum inti ditangani oleh komite pelatihan tripartit (pemerintah, dunia industri dan penyelenggara pendidikan dan pelatihan). Pergantian pucuk pimpinan negara tidak merubah kebijakan pendidikan, sehingga apa yang diprogramkan oleh pemegang kekuasaan sebelumnya tentang kebijakan pendidikan dapat terus berjalan. Hasilnya hanya dalam 14 tahun Finlandia menjadi negara dengan pendidikan nomor satu di dunia. Dalam satu kelas terdapat tiga orang guru (dua guru yang fokus pada penyampaian materi, satu orang guru menemani siswa yang masih tertinggal dalam pelajaran).
Semua guru wajib bergelar master. Strata satu tidak lagi dibolehkan menjadi guru meskipun di sekolah dasar. Calon guru berasal dari 10 besar mahasiswa di kampusnya yang masih akan disaring dengan lebih ketat. Dalam evaluasi sistem pendidikan Finlandia tidak ada Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) seperti di Indonesia, dan juga tidak ada ujian nasional (UAN), tetapi mereka menganut kebijakan “automatic promotion”, naik kelas secara otomatis. Guru selalu siap membantu siswa yang tertinggal sehingga semua naik kelas. Semboyan mereka adalah “Test Less Learn More” (kurangi tes perbanyak belajar). Ukuran kemajuan pendidikan menurut mereka adalah karakter penduduknya bukan pendapatan nasional, kemajuan teknologi dan kekuatan militer. Pemerintah Finlandia juga menyediakan anggaran 5.200 Euro atau sekitar Rp 70 juta untuk setiap siswa per tahun.
Indonesiaku; Apanya yang Salah?
Sementara di Indonesia jauh panggang dari api. Kapan negara kita akan maju dalam bidang pendidikan? Sementara para penguasa masih sibuk berbenah diri bagaimana caranya mencari pinjaman sana-sini untuk gali lubang tutup lubang, dari hutang satu ke hutang yang lainnya entah sampai kapan hal tersebut akan berakhir. Sampai berapa generasi akan usai. Akankah bangsa ini menjadi pembantu di negerinya sendiri. Negeri yang katanya gemah ripah loh jinawi. Negeri bukan lautan hanya kolam susu, kail dan jala bisa menghidupi, tongkat kayu bisa menjadi tanaman. Membuktikan bahwa Indonesia adalah negeri yang subur yang seharusnya sumber kekayaan alamnya bisa menghasilkan banyak kemakmuran bagi bagnsa dan negara, tapi kenyataanya malah terbalik.
Entah siapa yang harus disalahkan. Jambu monyetkah? Atau siapa? Lebih baik kita berbenah dari kesadaran individu, ketika setiap individu sadar dengan sesadar-sadarnya, maka sudah bisa dipastikan bangsa ini akan maju dan mampu menghadapi segala problematika bangsa. Sehingga kebijakan publik yang dihasilkan akan benar-benar untuk kepentingan dan berpihak kepada publik.
*)Penulis adalah Dosen Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Tinggal di Kandanghaur Indramayu