Pilkada Indramayu 2024, Head to Head Upaya Menjegal Lucky Hakim
Lucky Hakim (dok. Google) |
Oleh: Masduki Duryat*)
Kepemimpinan (politik) dapat dipahami dengan meminjam bahasanya Alfan Alfian bisa dilihat dari tiga perspektif; Pertama, kepemimpinan sebagai pola perilaku, yang terkait dengan kemampuan untuk mempengaruhi orang lain. Kata kuncinya influence atau mempengaruhi; Kedua, kepemimpinan sebagai kualitas personal, terkait dengan efektifitas pengaruh seoraang pemimpin. Misalnya dalam konteks ini berkharisma; Ketiga, kepemimpinan terkait dengan nilai politik. Ini terkait dengan mimpi seorang pemimpin dalam bentuk visi bisa mewujud dalam bentuk proses pembangunan nyata—yang semula hanya dibayangkan dan dimimpikannya—tidak talking too much.
Dari tiga hal tersebut sebenarnya kita bisa menilai keberhasilan seorang pemimpin dalam kurun waktu kepemimpinanya, baik di level negara maupun daerah.
Kekuasaan Perlu Dikelola
Dalam konteks ini pula pemimpin yang berkuasa harus mampu mengelola kekuasaannya melalui pembangunan yang diimpikannya. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu menyejahterakan rakyatnya, membuat rakyat aman, makmur sentosa, negara/daerahnya memiliki spirit of survival, dihargai martabatnya oleh siapapun. Ia akan dikenang, suatu saat ketika sudah powerless, dan ini bagian dari sunnatullah kekuasaan.
Tidak sebaliknya, sebagaimana dituturkan oleh Pramoedya Ananta Toer, pemimpin yang terlalu tinggi di atas singgasananya tidak pernah melihat telapak kakinya. Ia tidak pernah ingat, pada tubuhnya ada bagian lain yang bernama telapak kaki. Pendengarannya tidak untuk menangkap suara ‘dewa’, juga segala suara yang berada di bawah telapak kaki. Ia hanya dengarkan dirinya sendiri. Jika ini terjadi kekuasaanya tidak akan terlalu lama, Sejarah sudah mencatat pada kekuasaan Ken Arok, atau banyak kejadian ketika suksesi berakhir dengan tragis dengan hadirnya revolusi.
Kekuasaan dan Kolaborasi
Untuk mempertahankan kekuasaan juga diperlukan kolaborasi melalui komunikasi politik. Sebab komunikasi dalam politik seperti ditulis Zaenal Mukarom memiliki peran yang ugent untuk melakukan pembangunan infrastruktur dan suprastruktur secara dinamis.
Salah satu catatan penting dari komunikasi sebagai proses politik adalah perannya yang signifikan dalam menentukan proses perubahan politik di suatu negara/daerah. Proses ini pula yang sedang diupayakan oleh para politisi di Indramayu menghadapi kontestasi Pilkada 2024.
Kita memahami bahwa politik itu dinamis dan cair, dengan koridor kesamaan kepentingan. Bupati incumbent Nina Agustina dengan tim dan partai politik yang akan mengusungnya—PDI—tentu akan melanggengkan kalkulasi politiknya untuk mempertahankan jabatannya sebagai bupati. Maka yang paling memungkinkan untuk ‘mengamankan’ posisinya adalah dengan menggandeng partai yang paling ‘seksi’ saat ini, PKB. PKB begitu dibuka pendaftaran calon bupati sudah ada beberapa nama, misalnya Lucky Hakim, Muhammad Suwarto, Rasta Wiguna, Muhammad Sidkon Djampi, Wawan Purwandi, Abdurrafiq Fahman, Deddy Faizal Amien, Ali Wardana dan Sri Budi Harjo.
Ada beberapa nama yang mungkin bisa digandeng oleh PDI-P untuk bersanding denga Nina Agustina. Untuk menyebut Lucky Hakim walaupun elektabilitasnya sangat tinggi—pada survey Maret 2024—menurut Adlan Da’i sekitar 36 % dari 8 rumpun yang disurvey dan Lucky unggul di semua segmen, rasanya tidak mungkin. Ada beberapa nama lain juga belum teruji secara elektabilitas. Ada nama Rasta Wiguna, kader PKB sekaligus juga memiliki pengalaman pernah berkontestasi. Ketika berpasangan dengan Toto Sucartono cukup tinggi, mendapatkan suara 356.166 suara atau sekitas 44.07%. Padahal ketika Toto Sucartono mencalonkan diri berpasangan dengan yang lain atau maju melalui jalur independen raihan suaranya kurang signifikan. Artinya kehadiran Rasta Wiguna patut diperhitungkan dari sisi raihan suara.
Akankah Rasta Wiguna digandeng oleh PDI-P untuk bersanding dengan Nina Agustina, kita tunggu dan bukan sesuatu hal yang tidak mungkin. Tetapi tentu, intinya tidak berhenti di sini, boleh jadi Rasta Wiguna atau lainnya yang terpenting adalah digandengnya PKB untuk berkoalisi dengan PDI-P untuk menghentikan laju Lucky Hakim agar tidak mendapatkan rekomendasi dari PKB.
Sehingga jika ini mewujud dalam realitas, maka yang terjadi adalah Pilkada Indramayu 2024 skenarionya akan head to head. PDI-P dengan PKB di satu sisi dan akan berhadapan dengan koalisi besar lainnya yakni Partai Golkar, Gerinda dan Partai Demokrat di sisi lain.
Cara Menghentikan Lucky Hakim
Atau scenario lain, jika PDI-P gagal menggandeng PKB dan PKB mengusung calon sendiri, ini juga kontestasinya akan semakin lebih riuh di Indramayu, misalnya ada H. Dedi Wahidi tiba-tiba ‘turun gunung’ yang kehadirannya ditunggu Masyarakat Indramayu kemudian menggandeng Lucky Hakim.
Menarik dicermati tulisan Adlan Da’i “Pilkada Indramayu 2024 dengan atau Tanpa Lucky Hakim”, Lucky Hakim dalam dinamika politik Indramayu tidak bisa diabaikan. Lucky Hakim adalah fenomena apa yang disebut dalam teori politik rezim electoral dengan terma ‘populisme elektoral’, memiliki Tingkat kesukaan public yang sangat tinggi. Inilah pesona Lucky Hakim yang kehadirannya seperti ‘magnet’ ditunggu kaum milenial dan dinanti oleh emak-emak.
Dalam tulisan lain ‘Membaca Takdir Politik Lucky Hakim’, Adlan Da’i menguraikan dengan elegan, Lucky hakim itu ibarat bedug, makin dipukul, makin nyaring pantulan elektoralnya. Makin dipaksa turun balihonya, makin tinggi simpati publiknya.
Lucky Hakim makin sulit dibendung raihan suara elektoralnya oleh pesaing manapun, bahkan oleh bupati ‘incumbent’ dengan sumber daya ‘Bansos’ sekalipun, menurut Adlan Da’i. satu-satunya cara untuk menghentikan laju Lucky Hakim adalah ‘menguncinya’ untuk tidak bisa dicalonkan atau di’down grade’ citra dan pesona politiknya berbasis riset issu secara massif dan sistematis.
*)Penulis adalah dosen Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon dan Ketua STKIP Al-Amin Indramayu, Tinggal di kandanghaur