-->

ads

Keraguan “Dewa” dan Optimisme Rasta Wiguna

Minggu, 18 Agustus 2024

 

Gambar Pikiran Rakyat

Oleh: Masduki Duryat*)

 

Sekarang secara politik, semua orang menjanjikan segalanya. Itulah satu-satunya cara anda dapat terpilih (Clint Eastwood)

 

Pemimpin itu perlu popularitas, demikian Alfan Alfian memulai tulisannya tentang “Popularitas, Otentisitas, dan Elektabilitas”, walaupun popularitas bukan segalanya. Karena menurut Nixon pemimpin tidak bekerja untuk mengejar popularitas, tetapi popularitaslah yang nanti akan mengejar dirinya.


Pandangan ini hampir sama dengan jargon pemasar MLM, bahwa kalau anda bekerja dengan benar hingga mencapai level gold, maka uang akan mengejar anda, ke manapun. Demikianlah popularitas akan mengejar pemimpin, siapapun yang mampu menunjukkan prestasinya dengan bekerja sungguh-sungguh nothing to loose.


Tapi seringkali yang difragmentasikan oleh pemimpin—politik—tampil popular dengan memperkuat pencitraan pribadi/Lembaga yang dipimpinnya. Lagi-lagi Alfan Alfian menulis, pemimpin—apalagi konteks politik—memiliki naluri untuk tetap bertahan dalam kekuasaan. Apabila terpental dari kekuasaan, akan berupaya untuk tetap berpengaruh. Karenanya dapat dipahami mengapa menjelang pemilu biasanya frekuensi ‘iklan’ politik akan naik secara signifikan.  Terutama ‘iklan’ kandidat dengan tujuan agar public lebih mengenalnya dan lebih popular.


Pada konteks pemilihan kepala daerah Indramayu 2024 ini siapa yang tidak mengenal Dewa (Dedi Wahidi)? Popularitasnya tidak hanya di Indramayu, tetapi sudah menjadi tokoh Jawa Barat dan Nasional, karena dijajaran birokrasi Dewa pernah menjadi Wakil Bupati dan wakil Ketua DPRD Indramayu, Ketua DPC PKB Indramayu, Ketua PW NU Jawa Barat, dan Ketua DPW PKB Jawa Barat dan sekarang di periode yang keempat dipercaya menjadi anggota DPR RI dari PKB. Popularitas mengejar Dewa, milestone yang dipancangkannya secara fenomenal adalah berdirinya Yayasan Darul Ma’arif yang megah dengan 9 (Sembilan) Lembaga di dalamnya dengan manajemen modern dan kekayaan yayasannya surplus milyaran rupiah.


Tapi siapa sangka di tengah popularitasnya, Dewa ternyata dalam kegalauan dan (tepatnya) skeptis menyangkut pemilihan Bupati di Indramayu.


Sikap Skeptis Dewa

Dewa adalah typical pemimpin yang perfeksinonis--sebutan bagi orang-orang yang menuntut diri sendiri dan orang lain untuk menghasilkan sesuatu dengan standar yang terlalu tinggi. Pada dasarnya, menjadi terbaik dalam pekerjaan ataupun bidang akademik bukanlah suatu hal yang buruk—lihat buku saya ‘Dewa; Mengabdi untuk Negeri’, Dewa tidak ingin diremehkan sehingga ketika mengemban tugas yang diamanahkannya selalu ingin menunjukkan yang terbaik.


Tetapi ketika diperhadapkan dengan pemilihan bupati di Indramayu 2024 ini, Dewa menunjukkan sikap gamang, ragu bahkan skeptis--sifat kurang percaya dan ragu-ragu (terhadap keberhasilan, suatu ajaran dan sebagainya). Kata skeptis sendiri berasal dari paham skeptisisme atau skeptisme yang memandang segala sesuatu tidak pasti dan harus dicurigai—karena jauh dari cita-cita yang didealkannya.


Survei internal PKB menunjukkan bahwa 79% lebih Masyarakat Indramayu memilih bupati ingin dibayar, pragmatis-transaksional. Angkanya bisa Rp. 50.000-Rp. 100.00 bahkan Rp. 100.000-Rp.200.000,-


Sikap pragmatis-transaksional ini sangat menghawatirkan Dewa, ketika banyak tokoh dan kalangan ulama yang menghendaki Dewa ikut berkontestasi di Pilkada Indramayu 2024. Prinsip Dewa di sisa usianya ingin mengabdi dan membangun—apalagi Indramayu kota kelahirannya—tapi dengan realitas seperti ini, agaknya sulit untuk tidak mengatakan mustahil akan mendapatkan pemimpin yang memiliki idealisme dengan tujuan mensejahterakan rakyatnya.


Pada situasi seperti ini, pada tulisan saya tentang “Jadilah Bupati yang Memimpin dan Pemilih yang Cerdas”, akhirnya terjadi praktek politik balik modal. Korupsi terjadi di mana-mana yang dilakukan para pemimpin kita yang sudah mengalami disorientasi nilai.


Praktik rasuah yang mengemuka di awal tahun, sekali lagi ibarat fenomena gunung es. Sudah menjadi rahasia umum bahwa akar masalah dari maraknya korupsi kepala daerah salah satunya karena tingginya biaya politik.

 

Bahkan ICW mencatat (2018) mahalnya biaya politik disebabkan oleh dua hal; Pertama, Politik uang berbentuk mahar politik (nomination buying) dan Kedua, jual beli suara (vote buying). Sehingga menurut penelitian terbaru Litbang Kemendagri (2015) cost untuk mencalonkan diri sebagai bupati/walikota hingga gubernur membutuhkan biaya Rp. 20-100 milyar. Sementara pendapatan rata-rata gaji kepala daerah hanya sekitar Rp. 5 milyar selama satu periode.

 

Pertanyaan Dewa, “bagaimana mungkin akan memunculkan bupati atau pemimpin yang didealkan, kalau kondisi dan realitasnya seperti ini?” inilah kegamangan dan sikap skeptis yang sedang dialami Dewa, berada di persimpangan jalan, maju di Pilkada Indramayu atau memilih berada di zona nyaman menjadi anggota parlemen—atau dalam Bahasa Dewa memilih makan gedang klutuk atau gedang ambon?

 

Berbeda dengan Dewa, sikap sebaliknya—optimisme—justru diperlihatkan oleh Rasta Wiguna.

 

Optimisme Rasta Wiguna di E-2

Sikap skeptis Dewa dengan berbagai pertimbangan untuk mengedukasi Masyarakat lebih cerdas dalam memilih seorang pemimpin, justru sebaliknya diperlihatkan oleh Rasta Wiguna, penuh optimism.

 

Rasta Wiguna yang juga asli putra daerah Indramayu—jika direkomendasikan oleh DPP PKB—siap untuk mendampingi Nina Agustina. Kolaborasi Merah-Hijau, Nasionalis-Religius, PDI-P dan PKB adalah kolaborasi yang ideal, saling melengkapi dan saling mengisi.

 

Pertemuan petinggi PDI-P dan Nina Agustina denga Rasta Wiguna juga sudah beberapa kali dilakukan untuk melakukan penjajagan dan komunikasi politik.

 

Rasta Wiguna seorang aktivis, politikus senior PKB, juga pernah menjadi Staf Khusus Mentri PDT RI (Pembangunan Daerah Tertinggal ) 2009-2014. Pernah berkontestasi dengan suara yang di luar dugaan ketika berpasangan dengan Toto Sucartono di tahun 2015 (44,78%) dengan relawan TORA-nya siap memenangkan pasangan NIRWANA (Nina+Rasta Wiguna) atau NIRA.  Berkomitmen membawa 10 Kursi DPRD Kabupaten untuk mengawal, mengamankan Program Ibu Bupati di Legislatif dan bersikap sami’na wa atho’na bersama Ibu Bupati.

 

Akankah ini mewujud dalam realitas? Kita tunggu rekomendasi dari DPP PKB, sebab Rasta Wiguna juga akan loyal mendukung Dewa, jika Dewa maju dalam kontestasi Pilkada Indramayu 2024. Demikian juga sebaliknya Dewa akan mendukung Rasta Wiguna jika direkomendasikan oleh DPP PKB. Atau mungkinkah muncul nama lain di internal PKB misalnya Tobroni atau Muhamad Sidkon Djampi? Kita tunggu dinamikanya.

 

*)Penulis adalah dosen Pascasarjana UIN SSN Cirebon dan Ketua STKIP Al-Amin Indramayu, tinggal di Kandanghaur

0 comments: